Senin, 27 Desember 2010

Cinta Sahabatku, Khie

Aku Vhie. Aku adalah anak tunggal. Ayahku seorang kepala bagian dari suatu perusahaan ternama. Sedangkan bundaku bekerja sebagai perancang gaun. Dalam keluarga ini aku merasa sepi, karena ayah dan bunda sering disibukkan oleh pekerjaan mereka masing-masing. Sering kali saat turun dari kamar dan bersiap pergi kesekolah aku hanya akan ditemani oleh Ibu pengasuhku dari kecil. Seperti yang terjadi pagi ini. Mereka selalu saja meninggalkanku sendiri di meja makan.

Berangkat sekolah dengan di antar supir sebenarnya membuatku tidak leluasa. Seakan ada saja yang mengikutiku dimana saja aku ingin pergi. Sebenarnya dan lebih tepatnya aku iri dengan teman sekelasku. Dia adalah Khie. Meski dia salah satu anak pejabat, keluarganya selalu saja mempunyai waktu untuk berkumpul. Meski hanya sekedar menanyakan bagaimana kegiantan sekolah yang dilewatinya hari ini. Kalau Ayah Bunda ku sih boro2 tanya, mereka ingat aku sekolah masuk dan pulang jam berapa saja tidak tahu.

Meski kehidupanku dengan Khie sangat berbeda kami tetap berteman baik. Kami telah bertemu sejak 1,5 tahun yang lalu saat kami sama-sama mendaftar di SMA bakti nusa ini. Saat berada di kelas satu kami duduk satu bangku, hingga saat, dimana kami telah menginjak semester 2 kelas dua SMA. Kami sangat akrab, kami sering di juluki sebagai duo twins. Dimana ada aku selalu ada Khie begitu juga sebaliknya. Kami berdua sering jalan bareng, belajar bareng, pokoknya melakukan hal-hal yang menyenangkan bersama. Khie adalah teman terbaikku meski ada sedikit kecemburuan di dalam hatiku mengenai keluarganya itu.

Siang ini sekolah memulangkan siswanya lebih awal karena akan diadakan rapat dengan SMA-SMA lain. Dan kami memutusakan untuk main kerumah Khie. Sesampainya di rumah Khie, selalu saja kesan yang ku dapatkan di rumah tersebut adalah kehangatan tiap anggota keluarga. Masuk ke ruang tamu aku dikejutkan oleh sebingkai foto keluarga Khie yang sebelumnya tak pernah aku lihat. Di foto tersebut nampak Mama Papa Khie, Khie sendiri dan seorang laki-laki yang usianya satu tahun di atas umur kami. Aku terkejut karena aku sama sekali tidak menduga bahwa Khie memiliki seorang kakak laki-laki. Melihat ekspresiku Khie langsung mengklarifikasinya, dia bilang kakaknya sekolah di Bandung ikut kakek neneknya. Nama kakak Khie adalah Aldo. Kata Khie Aldo lebih suka sekolah di Bandung karena suasananya yang tenang daripada di Jakarta, apalagi kakek nenek mereka bertempat tinggal di sekitar kebun teh. Dia jarang banget pulang ke Jakarta,makanya Khie tidak pernah bercerita tentang kakaknya padaku. Dan aku bisa mengerti. Sepanjang siang kami habiskan waktu bercerita tentang keluarga Khie terutama tentang kakaknya yang sepertinya sangat di kagumi sosoknya oleh Khie. Dan jujur aku mulai tertarik dengan penbicaraan ini, entah sejak kapan aku jadi menyukai saat Khie mengunggulkan Aldo kakaknya.

***

Seminggu telah berlangsung setelah kedatanganku ke rumah Khie. Dan hari ini Khie bercerita bahwa nanti saat pulang dia akan di jemput oleh kakaknya.

Saat aku sedang menunggu jemputan, Khie memanggilku dari dalam mobil. Sesaat setelah itu, kaca bagian sopir pun terbuka dan terlihatlah sesosok laki-laki di dalamnya. Dia tersenyum melihatku dan aku membalas senyumannya. Khie memperkenalkan kakaknya kepadaku dan juga sebaliknya, kami berjabat tangan. Setelah itu mereka undur diri dan langsung melesat ke jalan dan aku segera masuk ke dalam mobil.

***

Pagi hari di sekolah, Khie langsung menghampiriku di taman tempat favorite kami berdua. Dia bilang padaku bahwa Aldo akan pindah ke SMA kami dengan alasan yang sedikit ganjil kata si Khie. Alasan Aldo adalah jika dia pindah ke SMA yang sama dengan Khie dia akan lebih bisa menjaga adiknya itu, padahal dapat diketahui bahwa Aldo akan lulus SMA tahun ini. Tapi di balik itu semua malah aku bingung oleh perasaanku sendiri, aku gugup saat mendengar berita ini.

Dan benar saja, pagi ini siswa kelas tiga khusus nya siswa putri di hebohkan oleh kedatangan Aldo. Memang sich Aldo itu tipe orang yang supel, senyumnya manis seperti adiknya si Khie dan aku duga itu adalah warisan dari kedua orangtuanya. Makanya mereka berdua sungguh sangat memikat untuk lawan jenis. Aldo mulai pagi ini akan duduk di kelas tiga Biologi dan itu berarti berada tepat di depan kelas aku dan Khie.

Bel istirahat berbunyi, seakan ada panggilan alam aku dan Khie selalu saja kompak langsung menuju ke kantin. Saat keluar dari kelas ternyata Aldo juga keluar dari kelasnya dan dia menyapaku dengan lembut dan aku membalas sapaannya sambil memberi selamat atas kepindahnya ke SMA kami. Jadi mulai siang itu agenda kami ke kantin akan berubah menjadi tiga orang karena Aldo meminta untuk ke kantin barengan dengan kami.

***

Dua minggu telah berlangsung, aku merasa aneh dengan sikap Aldo kepadaku sejak kami bertukar nomer HP saat di kantin dulu. Semakin hari kami semakin dekat. Tapi kedekatan kami tidak disadari oleh Khie. Dan memang Aldo memintaku untuk merahasiakan jika kami telah bertukar nomer HP.

Hari ini hari minggu dan Aldo mengajakku untuk menemaninya pergi ke toko buku dengan alasan dia belum begitu mengenal Jakarta dan Khie tidak mau mengantarkannya dengan alasan sibuk les biola. Dan anehnya aku menyetujui ajakannya, padahal hari ini aku ada janji dengan Bunda pergi ke butik untuk membantunya memilihkan gaun untuk dipakainya di pertemuan rutin istri-istri Kepala Bagian di perusahaan ayah. Dan aku beralasan akan menemani Khie ke toko buku agar boleh di izinkan.

Jam 10.00 Aldo telah siap di depan rumahku. Dan aku tak mengizinkan dia untuk turun bahkan menurunkan kaca nya karena aku takut bunda mengetahui bahwa sebenarnya ku tidak pergi dengan Khie melainkan pergi bersama kakaknya Khie. Setelah berpamitan dengan bunda yang juga telah siap berangkat ke butik, aku langsung masuk ke dalam mobil Aldo dan segera meluncur ke jalanan kota. Aku memutusakan mengajaknya ke toko buku favorite aku dan Khie. Di sana kami mencari-cari buku yang diinginkan oleh Aldo. Di sepanjang barisan rak buku Aldo selalu bisa menbuatku tertawa dengan kegilaannya. Dia mengubah-ubah cara bicaranya sesuai dengan buku yang dia pegang. Dan baru aku sadari bahwa baru kali ini aku mampu tertawa lepas bercanda dengan orang yang baru aku kenal.

Setelah menemukan buku yang dia cari Aldo menawarkan untuk mencari café yang enak dibuat ngobrol, aku memutuskan lagi-lagi tempat yang sering aku dan Khie kujungi. Di sana kami bercerita tentang diri kami masing-masing. Aldo menceritakan tentang kehidupannya di Bandung yang menurutku itu sangat keren. Dan aku menceritakan tentang ayah dan bunda yang selalu tak mempunyai waktu untukku dan dia menanggapinya dengan penuh bijaksana. Entah mengapa aku merasa nyaman saat mencerita hal-hal yang sebelumnya hanya dapat ku pendam sendiri bahkan tidak oleh Khie sahabat terbaikku.

Selesai bercerita, kami pulang. Aldo mengantarkanku sampai depan rumah. Dan anehnya Aldo mengatakan akan meneleponku nanti malam jika dia telah selesai belajar. Dan aku meng-iyakannya.

Malam harinya memang benar dia meneleponku. Dia bercerita banyak tentang apa yang baru saja dia pelajari. Dia sangat menyukai matematika. Dia sangat mengagumi seni arsitektur dan bercita-cita untuk menjadi arsitektur yang handal. Lalu aku tersipu saat dia mengakhiri telepon dengan mengucapkan terimakasih karena telah mau diajaknya pergi hari ini. Dan aku menyukai perasaan ini, entah mengapa dan sejak kapan.

***

Pagi hari saat keluar dari kamar dan bersiap untuk menuju ruang makan, Ibu pengasuhku memanggilku dan mengatakan bahwa sudah ada yang menungguku di depan teras. Tanpa basa-basai aku langsung melesat ke depan teras, dan benar saja seperti dugaan ku, Aldo telah menungguku di sana. Melihatku yang terkejut atas kedatangannya, Aldo langsung melemparkan senyum andalannya. Aku langsung bertanya padanya mengapa dia ada di rumahku sepagi ini. Dia mengatakan ingin mengantarkan surat izin sakitnya Khie padaku untuk di sampaikan kepada guru yang mengajar nanti, padahal bias saja Aldo langsung memberikannya padaku saat di sekolah nanti. Aku makin bertanya-tanya setelah dia menawariku untuk berangkat bersama ke sekolah.

Sesampainya di sekolah, Aldo mengatakan butuh teman untuk menemaninya sarapan dan dia mengajakku. Lalu kami pun pergi kekantin yang biasanya kami kunjungi bertiga. Sambil sarapan Aldo banyak bercerita padaku, tepatnya curhat tentang keadaan Khie sebenarnya. Dan aku baru mengetahui bahwa sahabat terbaikku Khie, orang yang paling periang yang pernah aku kenal ternyata tengah mengidap penyakit sirosis hati. Memang pernah aku mendapati Khie beberapa kali sedang meminum obat yang jumlahnya terlalu banyak jika itu disebut sebagai obat demam. Khie juga sering kali pingsan jika kegiatan olahraga kami terlalu ekstrim, jika aku bertanya padanya dia selalu mengatakan memang dari kecil sering terjadi demikian karena dia tidak tahan terik matahari. dan aku tidak menyangka bahwa Khie telah menyembunyikan rahasia itu begitu rapi hingga aku tak mengetahuinya.

Sepulang sekolah aku meminta izin kepada Aldo untuk menjenguk keadaan Khie. Dan Aldo menyetujuinya. Kami berangkat ke rumah Khie bersama. Sesampainya di rumah Khie. Aku langsung masuk ke kamar Khie, seperti yang biasa aku lakukan jika berkunjung ke sana. Dan aku mendapati Khie terkulai lemah di atas lantai dengan kondisi yang amat parah jika bisa ku sebutkan karena aku tak pernah melihat si periang ini dalam keadaan demikian. Dan aku langsung berteriak memanggil nama Khie. Terkejut oleh teriakanku Aldo langsung keluardari kamarnya dan bergegas ke kamar Khie. Aldo sungguh kakak yang baik dia mengangkat Khie kembali ke tempat tidurnya. Setelah itu Aldo langsung menelepon dokter pribadi keluarga mereka dan kedua orangtua mereka. Aku gugup, aku takut, aku tak bisa membayangkan apa yang terjadi pada sahabatku ini. Melihatnya aku meneteskan air mata, Aldo langsung menyenderkan kepala ku pada bahunya. Dia mengatakan takkan terjadi apa-apa dengan Khie. Dan aku merasa sedikit tenang setelah aku benar-benar menenggelamkan wajahku dipelukan Aldo.

Sesaat kemudian dokter, Papa dan Mama Khie telah berada di kamar Khie. Terlihat dari raut wajah kedua orangtuanya sama khawatirnya dengan aku tadi. Setelah diperiksa, dokter memutuskan untuk merujuk Khie segera di pindahkan ke rumah sakit yang ada di Jakarta. Dan Khie langsung di bawa kesana.

Aku memaksa Aldo untuk mengajakku ikut mengantarkan Khie ke rumah sakit. Tapi Aldo tidak mengizinkanku dengan alasan aku belum meminta izin pada kedua orang tuaku. Aldo memperbolehkanku untuk menjenguk Khie jika aku telah diizinkan oleh kedua orangtuaku.dan aku menurutinya. Aldo meminta izin pada kedua orangtuanya untuk mengantarkanku pulang terlebih dahulu. Dan akupun diantarkannya pulang.

***

Keesokan paginya aku meminta izin pada ayah bunda kalau nanti sepulang sekolah aku akan pergi ke rumahsakit untuk menjenguk Khie bersama Aldo. Dan mereka mengizinkanku.

Sepulang sekolah aku dan Aldo langsung menuju ke rumah sakit dimana Khie dirawat. Sesampainya di kamar perawatan Khie, dia terkejut olah kedatanganku dan langsung memarahi kakak kebanggaannya itu karena telah membuat aku khawatir oleh keadaannya. Aku mengklarifikasinya bahwa aku akan marah jika seandainya Aldo tak menceritakan keadaan dia kepadaku. Dan akhirnya Khie mengerti.

Sudah dua jam aku berada di kamar itu, mereka sungguh menyenangkan. Meski masih lemah Khie selalu masih sja seperti biasa, dia sungguh riang, aku takjub oleh semangatnya. Keakraban dua kakak beradik ini membuatku kembali iri. Tapi aku tak merasa diasingkan jika berada di dekat mereka. Aku menyukai saat-saat bercanda bersama mereka.

Pukul empat sore aku undur diri, dan Khie menyuruh Aldo untuk mengantarkanku pulang dengan alasan Aldo harus bertanggungjawab karena telah mengajakku ke rumah sakit meski telah ku jelaskan bahwa sebelum pulang aku akan pergi ke butik bunda terlebih dahulu tapi Khie tetap meminta kakaknya itu untuk mengantarkanku. Dan akhirnya akupun pulang diantar Aldo.

Diperjalanan pulang Aldo mengajakku untuk ikut sebentar dengannya ke suatu tempat, dimana tempat tersebut merupakan tempat favorite dari Khie. Tempat itu berada di sebuah bukit kecil di ujung Jakarta, dan aku baru mengetahui bahwa ada tempat seindah ini di tengah ke ramaian Ibu Kota. Disana Aldo memintaku untuk menggali tanah dibawah pohon yang cukup besar dan terlihat tua itu, ini semua atas permintaan dari Khie sebelum Aldo keluar dari kamar perawatan Khie tadi. Khie menginginkan aku untuk membongkar rahasia yang telah terpendam yang ada disana. Sebelumnya aku bertanya pada Aldo, tapi ternyata Aldo juga baru mengetahui bahwa adik kesayangannya itu mempunyai rahasia yang tertanam di tanah tersebut. Aldo hanya mengetahui bahwa tempat tersebut adalah tempat favorite dari Khie. Setelah mendapat penjelasan dari Aldo aku langsung menggali tanah tersebut dengan menggunakan sekop kecil yang sudah tergantung di dekat pohon tersebut. Tak lama aku menggali aku menemukan balok kayu sebesar kotak pensil. Dan aku membuka balok tersebut. Didalamnya aku menemukan beberapa carik kertas. Aldo menyela saat aku akan membaca salah satu kertas tersebut, dia mengatakan bahwa sebaiknya kertas-kertas tersebut aku baca di rumah saja karena hari mulai petang. Dan aku meng-iyakannya.

***

Malam harinya aku segera membuka kembali balok kayu tersebut dan mulai membaca satu per satu kertas di dalamnya. Aku amati sekilas, ternyata Khie rutin tiap bulan menulis di kertas-kertas tersebut sejak 6 bulan yang lalu. Aku tak sabar membaca semua kerta tersebut. Aku mulai dengan kertas yang bertanggal paling lama yaitu tanggal 16 April 2008, isinya, dia menceritakan dimana awal dia merasakan sakitnya. Kertas kedua bertuliskan tanggal 28 Mei 2008, kertas ini merupakan saksi bisu kesedihan Khie yang telah mengetahui sakit yang di deritanya. Kertas selanjutnya, ternyata tepat satu hari setelah hari ulang tahun Aldo, tanggal 22 Juni, Khie baru mngetahui bahwa kakak yang selama ini dibanggakannya ternyata bukan anak kandung dari kedua orangtuanya. Bulan berikutnya tepat di hari ulang tahunnya tanggal 15 Juli 2008, dia menuliskan harapan-harapannya sebelum dia meninggalkan semua orang yang dia sayang. Mulai dari kertas keempat ini entah mengapa aku dikit merasa ganjil, karena Khie banyak bercerita tentang Aldo. Dan dari kertas kelima aku mulai mengetahui bahwa Khie telah mengubah perasaan sayangnya pada Aldo, yang semula sebatas adik kepada kakak tapi sekarang dia merasakan hal yang lebih dari perasaannya lebih tepatnya jika aku katakana itu sebagai cinta wanita ke pria. Entah mengapa setelah membaca kertas kelima ini aku merasa sedikit sakit yang ku rasa di ulu hati seperti ada yang menghantam keras di sana. Aku tau aku cemburu. Pada kertas ke enam, ini adalah kertas terakhir yang di tulisnya yang ternyata di tulisnya pada hari minggu yang lalu, hari dimana aku dan Aldo pergi ke toko buku berdua. Dikertas ini Khie mengatakan bahwa dia sebenarnya sakit saat tahu Aldo memintaku untuk mengantarkannya ke toko buku. Tapi dia sadar rasa cemburunya itu tak dapat dia ungkapkan kepada Aldo, yang tetap menganggapnya sebagai adiknya meski Aldo tahu dia bukan anak kandung Mama Papanya. Khie juga mengatakan bahwa dia tidak sanggup bahwa meninggalkan lelaki itu sebelum lelaki itu menemukan seorang wanita yang benar-benar di cintainya. Dan Khie menuliskan namaku “Vhie” di akhir kertas tersebut.

Enam kertas, buah coretan Khie, telah meluruhkan tangisku. Aku baru menyadari bahwa kepindahan Aldo ke Jakarta sebenarnya atas desakan dari Khie. Khie beralasan ingin berada didekat Aldo sebelum dia benar-benar meninggalkan dunia ini. Tapi dibalik ini semua ada sebersit keinginan Khie untuk mempertemukan kami berdua. Aku tahu sebenarnya Khie berat untuk merelakan Aldo bersamaku. Tapi dia lebih tidak menyukai jika Aldo mengetahui jika Khie sangat mencintainya lebih dari seorang adik ke kakak, Khie tak ingin jika Aldo mencintainya secara terpaksa apalagi Khie akan segera pergi meninggalkan dunia ini cepat atau lambat.

Selesai membaca dan menafsirkan semua coretan tersebut aku langsung menelepon Aldo untuk mengantarkannya besok ke rumah sakit. Dan Aldo menyetujuinya.

***

Siang itu suasana antara aku dan Khie terasa sedikit tegang. Khie pastinya telah mengetahui bahwa aku sudah membaca semua rahasianya. Khie meminta Aldo untuk meninggal kami berdua di ruangan itu. Setelah Aldo keluar, aku langsung menanyakan apa alasan dia melakukan semua ini. Khie tak menjawab dia malah berterimakasih padaku karena aku selalu ada disampingnya jika dia membutuhkan teman. Aku sungguh tak dapat membendung air mataku. Tak tahu lagi apa yang akan aku katakana. Khie memintaku untuk merahasiakan perasaannya terhadap Aldo selama dia masih hidup. Dia juga memintaku untuk menemani lelaki yang paling dia cintai itu. Dan semua kami akhiri dengan saling berpelukan.

Setelah itu Khie menelepon Aldo untuk mengantarkanku pulang. Sebelumnya Khie telah berpesan padaku, jika saat diperjalanan pulang nanti Aldo mengungkapkan perasaannya padaku maka aku diminta untuk menerimanya demi ketenangannya kelak. Sungguh keputusan yang amat berat yang pernah aku buat selama hidupku. Aku bingung, jika ku terima Aldo berarti itu sama saja aku menghianati perasaan sahabatku sendiri, tapi jika tak ku terima aku sungguh menjadi munafik karena sebenarnya aku juga menyayangi Aldo.

Benar saja saat perjalanan pulang, Aldo menghentikan mobilnya di persimpangan sebelum rumahku. Aldo mengatakan bahwa dia sungguh menyayangiku sejak pertama kali bertemu denganku. Aku didera gugup luar biasa. Akhirnya ku putuskan untuk menjawabnya malam nanti dengan alasan saat ini aku masih belum bias memutuskan.

***

Malam harinya Aldo meneleponku, ini lebih awal dari prediksiku. Aku mengira Aldo akan meneleponku setelah dia selesai membantu kepulangan Khie dari rumah sakit. Tapi dia meneponku tepat setelah aku selesai makan malam bersama Ayah Bunda. Di awal telepon Aldo menghela nafas panjang dan membuatku sedikit terkejut. Dan sesaat kemudian aku baru menyadari ada yang hilang dalam kehidupanku. Ya, benar, Khie telah meninggalkanku sebelum aku dapat memutuskan untuk menerima Aldo. Aku menangis, menangis karena aku merasa tak mampu melakukan apa yang di pesankan Khie. Aku langsung minta Ayah dan Bunda untuk mengantarkanku ke rumah sakit.

Sesampainya dirumah sakit, aku tak tega melihat kedua orangtua Khie yang terduduk lemas di depan kamar Khie. Kami langsung menghampiri keluarga tersebut. Tapi anehnya, aku tak menemukan Aldo di sekitar sana. Sehingga aku memutuskan untuk mncarinya di sekitar taman rumah sakit. Dan aku menemukan Aldo tengah duduk di taman sambil membenamkan wajahnya pada kedua tangannya. Mengetahui kedatanganku, Aldo mengangkat wajahnya dan segera menggeserkan tubuhnya dan mengisyaratkan aku untuk duduk di sebelahnya. Aku terkejut karena sesaat kemudian aku mendapati tubuh Aldo mendekapku. Aku tak bisa mengelak dan malah terlarut bersamanya. Aku mengatakan semua yang terjadi tadi siang antara aku dan Khie. Aku menceritakan semua isi kertas-kertas yang tersimpan selama enam bulan di tempat favorite Khie. Aldo tak menyangka semua ini. Aldo sama kalutnya denganku. Kami sama-sama dilanda dilemma atas semua ini. Khie meninggalkan kami terlalu cepat, sebelum kami dapat mengabulkan permintaannya.

***

Seminggu setelah acara pemakaman Khie, aku dan Aldo sama sekali tak pernah berhubungan lagi. Di sekolahpun kami jarang sekali bertemu. Tapi sore itu entah kenapa seperti ada yang mendorong batinku untuk pergi ke bukit favorite Khie. Aku duduk di bawah pohon, menerawang jauh ke depan, aku tak tahu apa yanga ku pikirkan, semua seakan terjadi begitu saja, terlalu cepat hingga aku merasa semua ini seperti mimpi. Saat aku akan beranjak pergi, aku telah mendapati tubuh jangkung itu disampinku. Aku terkejut. Aldo ternyata juga telah lama berada disana dan anehnya aku tak menyadarinya. Aldo memulai pembicaraan. Dia mengatakan jika aku sedang melamun, aku takkan tahu apa yang terjadi disekitarku meski disekitarku telah hancur sekalipun. Dan dia membuat aku tertawa. Dalam tawaku aku bersyukur akhirnya hubungan kami membaik. Dan lagi lagi ini semua berkat Khie. Aldo menanyakan soal kejelasan perasaanku kepadanya. Saat itu aku baru menyadari bahwa aku telah seminggu menahan perasaanku sendiri padanya. Dan akhirnya kuputuskan untuk menerimanya, bukan karena pesan Khie tapi karena setelah kupikir seminggu ini aku memang menyayangi lelaki itu.

Entah mengapa sore itu terasa lebih daripada sore-sore sebelumnya. Aku telah menemukan seseorang yang begitu menyayangiku dan akupun menyayanginya. Dan Khie, terimakasih atas kepercayaanmu untukku. Yang memberiku kesempatan mengenal lelaki ini dan mencintainya meski tak dapat ku saingi cintamu padanya. Dan aku merasa di atas sana Khie tersenyum melihat aku dan Aldo.

0 komentar:

Posting Komentar